Payah
kami menabur padi,
Nenas
juga ditanam orang;
Payah
kami menabur budi,
Emas
juga dipandang orang.
Tinggi
bukit gilang-gemilang,
Air
laut tenang-tenangan;
Budi
sedikit tidakkan hilang,
Itu
menjadi kenang-kenangan.
Jentayu
burung jentayu,
Hinggap
dibalik pokok mayang;
Bunga
kembang akan layu,
Budi
baik bilakan hilang.
Biarlah
orang bertanam buluh,
Mari
kita bertanam padi;
Biarlah
orang bertanam musuh,
Marilah
kita bertanam budi.
Ayam
jantan siayam jalak,
Jaguh
Siantan nama diberi;
Rezeki
tidak saya tolak,
Musuh
tidak saya cari.
Jikalau
kita bertanam padi,
Senanglah
makan adik-beradik;
Jikalau
kita bertanam budi,
Orang
yang jahat menjadi baik.
Baik-baik
makan keladi,
Keladi
itu ada miangnya;
Baik-baik
termakan budi,
Budi
itu ada hutangnya.
Buah
nenas bawa berlayar,
Dimakan
sebiji di Tanjung Jati;
Hutang
emas boleh dibayar,
Hutang
budi dibawa mati.
Tenanglah
tenang air di laut,
Sampan
kolek mudik ke tanjung;
Hati
terkenang mulut menyebut,
Budi
yang baik rasa nak junjung.
Cindai
bercorak penuh berpita,
Pakaian
anak Panglima Garang;
Emas
dan perak pengaruh dunia,
Budi
yang baik dijunjung orang.
Jangan
suka mencabut padi,
Bila
dicabut hilang buahnya;
Jangan
suka menyebut budi,
Bila
disebut hilang tuahnya.
Kalau
keladi sudah ditanam,
Jangan
lagi meminta talas;
Kalau
budi sudah ditanam,
Jangan
lagi meminta balas.
Singgah
ke pulau menggali ubi,
Kalau
ke beting berdayung juga;
Sepuluh
kali kita berbudi,
Kalau
miskin terbuang juga.
Sudah
lama memakai gelang,
Gelang
berukir sirama-rama;
Harimau
mati meninggalkan belang,
Manusia
mati meninggalkan nama.
Mati
kayu karena benalu,
Patah
layu dahannya mati;
Mati
Melayu karena malu,
Kalah
Melayu termakan budi.
Mencari
ikan belida,
Terpancing
pula si ikan keli;
Buat
baik berpada-pada,
Buat
jahat jangan sekali.
Jauh
sungguh pergi mandi,
Setapak
jalan lewatkan huma;
Berat
sungguh menanggung budi,
Seribu
tahun takkan lupa.
Ragi
pulut dalam kati,
Tapai
manis dalam kuali;
Selagi
hidup dalam pekerti,
Sampailah
mati dalam budi.
No comments:
Post a Comment